ABSTRAK
Perawat selama ini sering disebut sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan. Jumlahnya yang cukup besar yakni sekitar 40 % dari keseluruhan tenaga kesehatan yang ada seharusnya mampu memberi warna pada upaya peningkatan derajat kesehatan di Indonesia.
Namun pada kenyataannya profesi perawat sering dianggap sebagai pelengkap. Hal ini tidak terlepas dari hampir semua perawat yang bekerja di institusi pelayanan kesehatan melakukan tugasnya hanya sebagai rutinitas semata tanpa upaya pengembangan dan inovasi. Tidak hanya di Rumah Sakit, perawat di Puskesmas yang semestinya memiliki lahan garap yang lebih luas malah terjebak dalam rutinitas yang sebagian besar bukan merupakan tugas pokok dan fungsi seorang perawat.
Mutu pelayanan di Puskesmas tidak terlepas dari peran perawat dan mutu pelayanan keperawatan sangat terkait dengan kinerja klinik perawat. Dibutuhkan peningkatan profesionalisme perawat mulai dari peningkatan kompetensi sesuai keilmuan, pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai standart, asuhan keperawatan yang berorientasi kepada klien dan mematuhi kode etik keperawatan.
Untuk peningkatan profesionalisme, salah satunya dengan manajemen kinerja klinik tenaga keperawatan. Yang termasuk manajemen kinerja klinik adalah penyusunan standart operating procedure, indikator kinerja klinik, uraian tugas, diskusi refleksi kasus, monitoring dan evaluasi.
Diharapkan dengan manajemen kinerja klinik, kontribusi profesi keperawatan terhadap peningkatan derajat kesehatan akan meningkat.
Kata kunci: perawat, profesionalisme, kinerja klinik.
PENDAHULUAN
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan keperawatan dirasakan sebagai suatu fenomena yang mengharuskan perawat meningkatkan kompetensinya sehingga mampu menjawab tantangan ini dengan baik. Pelayanan keperawatan yang profesional dengan kemampuan mumpuni dan taat pada kode etik profesi tidak lagi dirasakan sebagai kewajiban, namun juga sebagai kebutuhan dari profesi perawat itu sendiri.
Trend dan issue yang berkembang sekarang ini mengharuskan perawat untuk banyak melakukan inovasi dan pembaharuan. Bila perawat tidak inovatif maka perubahan yang dialaminya akan terjadi karena terpaksa. Suatu keterpaksaan yang diakibatkan oleh perubahan di sekitar dunia keperawatan itu sendiri. Namun alangkah lebih baik apabila perubahan dalam profesi keperawatan muncul sebagai inisiatif profesi perawat sendiri.
Perawat di Indonesia tersebar di berbagai pelayanan kesehatan baik yang merupakan institusi pemerintah maupun institusi swasta. Yang banyak mendapat perhatian selama ini adalah pelayanan keperawatan di Rumah Sakit atau Klinik swasta, namun tidak dengan pelayanan keperawatan di Puskesmas. Hal ini terlihat dari literatur yang tersedia, lebih banyak membahas tentang tugas dan fungsi perawat di Rumah Sakit. Puskesmas sebagai unit pelayanan strata pertama sebenarnya merupakan tempat yang paling ideal bagi perawat khususnya untuk aplikasi perawatan kesehatan keluarga dan komunitas. Apalagi sejak dulu perawat mendapat predikat sebagai “ujung tombak” pembangunan kesehatan. Jadi agar “ujung tombak” bisa berfungsi dengan baik, maka perawat yang berada di puskesmas harus mampu meningkatkan mutu kinerjanya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa tugas perawat di Puskesmas tidak sama dengan di Rumah Sakit atau klinik. Perawat di Puskesmas selain memberikan pelayanan di dalam gedung juga memberikan pelayanan di luar gedung. Ditambah lagi dengan beberapa tugas rangkap yang disebabkan kurangnya tenaga di Puskesmas. Banyak perawat yang harus melaksanakan tugas administratif yang seharusnya menjadi tugas staf administrasi. Bahkan di banyak Puskesmas Pembantu, perawat seringkali melakukan tindakan yang sebenarnya merupakan fungsi dependent dari tenaga keperawatan. Mengingat hal tersebut, perlu suatu manajemen yang tepat agar perawat di Puskesmas bisa menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Manajemen keperawatan yang paling tepat adalah manajemen yang didasarkan pada “Total Quality Management” di mana “zero defect” adalah keharusan di setiap tahap manajerialnya.
Manajemen kinerja klinik, merupakan suatu upaya peningkatan kemampuan manajerial dan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan di institusi pelayanan kesehatan untuk mencapai pelayanan yang bermutu. Komponen yang ada dalam manajemen kinerja klinik sangat tepat memandu perawat untuk meningkatkan kinerjanya sesuai dengan tugas dan fungsi keprofesiannya.
Manajemen kinerja klinik juga mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan prosedur. Hal ini disebabkan dalam manajemen kinerja klinik, semua kegiatan yang dilaksanakan harus sesuai dengan prosedur operasional standar dan para perawat bekerja sesuai dengan uraian tugasnya. Bila ada suatu masalah dalam pelaksanaan kegiatan, maka hal tersebut dibahas dalam diskusi refleksi kasus dan selalu dilakukan monitoring oleh tim manajer.
Manajemen kinerja klinik pada dasarnya sejalan dengan manajemen keperawatan. Manajemen keperawatan yang telah diajarkan di institusi pendidikan dan merupakan konsep manajerial modern bagi perawat juga dimulai dari pengumpulan data, perancanaan, organising dan controlling. Semua bagian dari manajemen kinerja klinik juga merupakan bagian dari manajemen keperawatan, meskipun dalam istilah atau sebutan yang berbeda. Oleh karena itu, manajemen kinerja klinik merupakan jalan bagi perawat di Puskesmas untuk bisa menjadi perawat profesional yang mumpuni dan menghasilkan kinerja bermutu.
Diharapkan dengan manajemen kinerja klinik, perawat mampu melaksanakan tugasnya sesuai dengan uraian tugas yang tepat dan mengacu pada prosedur operasional yang standar. Selain itu fungsi perawat sebagai inovator, educator dan peneliti akan bisa diwujudkan, tentunya dalam suatu rangkaian manajemen yang baik dan menghasilkan kinerja bermutu prima.
PEMBAHASAN
Manajemen Kinerja Klinik
Konsep dasar manajemen kinerja klinik
Manajemen kinerja klinik adalah suatu upaya peningkatan kemampuan manajerial dan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan di institusi pelayanan kesehatan untuk mencapai pelayanan yang bermutu (Depkes RI, 2005).
Manajemen kinerja klinik didasarkan pada profesionalisme perawat, ilmu pengetahuan dan teknologi, aspek legal formal serta landasan etika. Manajemen kinerja klinik dilaksanakan dengan tujuan meingkatkan mutu pelayanan perawat di institusi pelayanan kesehatan.
Dalam penerapan manajemen kinerja klinik perawat diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, mematuhi standar yang ditetapkan, mempunyai kemampuan manajerial yang baik, melaksanakan asuhan keperawatan yang bermutu dan pada akhirnya mampu memenuhi harapan masyarakat dalam hal pelayanan kesehatan yang bermutu.
(sumber: Kep.Menkes no.836 tahun 2005)
Manajemen kinerja klinik dilaksanakan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 836 Tahun 2005 tentang pedoman pengembangan manajemen kinerja perawat dan bidan. Adapun komponen dari manajemen kinerja klinik adalah:
1) Standar
2) Uraian tugas
3) Indikator kinerja
4) Diskusi refleksi kasus
5) Monitoring
Standar
Standar menurut PP 102 tahun 2000 adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat – syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar – besarnya.
Standar yang berbasis pada sistem manajemen kinerja mempunyai ciri SMART yaitu:
1) Spesifik (spesific)
2) Terukur (measurable)
3) Tepat (appropriate)
4) Handal (reliable)
5) Tepat waktu (timely)
Standar yang dikembangkan dengan baik akan memberikan ciri ukuran kualitatif yang tepat seperti yang tercantum dalam standar pelaksanaannya. Standar selalu berhubungan dengan mutu karena standar menentukan mutu. Standar dibuat untuk mengarahkan cara pelayanan yang akan diberikan serta hasil yang ingin dicapai.
Dalam manajemen kinerja klinik dikenal 3 macam standar yaitu:
1) Standar struktur
2) Standar proses
3) Standar outcomes.
Standar struktur adalah karakteristik organisasi dalam tatanan asuhan yang diberikan. Standar ini sama dengan standar input yang meliputi: filosofi, organisasi dan administrasi, kebijakan dan peraturan, staffing dan pembinaan, job description, fasilitas dan peralatan.
Standar prosedur, merupakan kegiatan dan interaksi antara pemberi dan penerima asuhan. Standar ini berfokus pada kinerja dari petugas profesional di tatanan klinis mencakup:
1) Fungsi, tugas, tanggung jawab dan akontabilitas
2) Manajemen kinerja klinis
3) Monitoring dan evaluasi kinerja klinis
Standar outcomes adalah hasil asuhan dalam kaitannya dengan status pasien. Standar ini berfokus pada asuhan keperawatan terhadap pasien yang bermutu prima
Dalam manajemen kinerja klinik dikenal juga yang disebut standart operational procedure (SOP). SOP adalah suatu perangkat instruksi atau langkah – langkah kegiatan yang dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien (Depkes RI, 2004). SOP dibuat untuk mengarahkan serangkaian kegiatan asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang efisien dan efektif sehingga konsisten dan aman dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.
SOP harus tertulis dan disepakati dalam suatu tatanan praktek / klinik. SOP harus memuat komponen struktur, proses dan outcomes. SOP harus berorientasi pada pelanggan dan disahkan oleh pemegang kebijakan.
Uraian tugas (Job description)
Uraian tugas adalah seperangkat fungsi, tugas dan tangung jawab yang dijabarkan ke dalam kegiatan pekerjaan. Bisa juga diartikan sebagai pernyataan tertulis untuk semua tingkatan jabatan dalam satu unit yang menggambarkan fungsi, tanggung jawab dan kualitas yang dibutuhkan.
Uraian tugas dapat menjadi rintangan bila tidak akurat, tidak lengkap dan kadaluarsa. Penulisan uraian tugas yang sempurna dapat menjadi aset dan dapat menggambarkan jabatan dalam organisasi kerja yang memberikan pandangan operasional secara keseluruhan dan menunjukkan bahwa uraian tugas telah dirancang dan dianalisa sebagai suatu bagian intergral dari pelayanan organisasi kerja. Perawat harus memelihara agar pekerjaan yang dilakukan tetap relevan dengan uraian tugas melalui perbaikan secara periodik dan sistematis.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien, sebagian besar dilakukan oleh tenaga perawat. Namun masih banyak ditemukan perawat melakukan tugas non keperawatan yang tentunya mengurangi pelayanan keperawatan yang seharusnya dilakukannya. Di samping itu kegiatan non keperawatan juga dapat mengaburkan uraian tugas perawat baik dalam jabatan maupun tanggungjawabnya sebagai perawat klinik.
Sebelum membuat suatu uraian tugas, maka perlu dinilai kewajaran dan beban kerja masing – masing perawat. Masalah kewajaran dan beban kerja dapat diketahui dengan cara menghitung beban kerja perawat.
Prinsip penulisan uraian tugas adalah:
1) Mengidentifikasi fungsi dan tugas yang telah ditetapkan
2) Membuat urutan tugas secara logis dan jelas
3) Mulai dengan kalimat aktif
4) Menggunakan kata kerja
Indikator kinerja
Indikator adalah pengukuran tidak langsung terhadap suatu peristiwa (event) atau suatu kondisi( Wilson & Sapanuchart, 1993) misalnya berat badan bayi pada umurnya adalah indikator status nutrisi bayi tersebut. Green (1992) memberikan pengertian indikator adalah variabel yang menunjukkan satu kecenderungan situasi yang dapat dipergunakan untuk mengukur perubahan. Ada dua kata kunci penting dalam pengertian tersebut yaitu pengukuran dan perubahan. Untuk mengukur tingkat hasil suatu kegiatan digunakan indikator sebagai alat atau petunjuk untuk mengukur prestasi pelaksanaan kegiatan tersebut.
Indikator yang berfokus pada hasil asuhan kepada pasien dan proses – proses kunci serta spesifik disebut indikator klinik. Indikator klinik adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuhan pasien dan berdampak terhadap pelayanan. Indikator tidak dipergunakan secara langsung untuk mengukur kualitas pelayanan tetapi dianalogkan sebagai “bendera” yang menunjukkan adanya suatu masalah spesifik dan memerlukan monitoring dan evaluasi.
Kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Para pakar banyak memberikan definis tentang kinerja secara umum. Berikut ini beberapa di antaranya:
1) Kinerja adalah catatan tentang hasil – hasil yang diperoleh dari fungsi – fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin dan Russel, 1993)
2) Kinerja adalah keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan (As’ad, 1991)
3) Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang (Kurb, 1986)
4) Kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan sesuai dengan tugas dan fungsinya (Gilbert, 1977)
Pada dasarnya kinerja menekankan pada apa yang dihasilkan dari fungsi – fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (out come). Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi dalam sebuah pekerjaan atau jabatan adalah suatu proses yang mengolah input menjadi output (hasil kerja).
Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu bersumber dari fungsi – fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan / tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktivitas hasil, maka hasil kinerja sangat bergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaiannya.
Syarat – syarat indikator kinerja adalah:
1) Spesifik dan jelas sehingga dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi
2) Dapat diukur secara obyektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama.
3) Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek – aspek obyektif yang relevan.
4) Dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak setiap proses.
5) Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan / penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan
6) Efektif, data / informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah, dianalisis dengan biaya yang tersedia
Diskusi refleksi kasus
Diskusi refleksi kasus adalah suatu metode pembelajaran dalam merefleksikan pengalaman perawat yang aktual dan menarik dalam memberikan dan mengelola asuhan keperawatan di lapangan melalui suatu diskusi kelompok yang mengacu pada pemahaman standar yang ditetapkan.
Diskusi refleksi kasus bermanfaat dalam mengenbangkan profesionalisme perawat, meningkatkan aktualisasi diri, membangkitkan motivasi belajar, wahana untuk menyelesaikan masalah dengan mengacu pada standar keperawatan yang telah ditetapkan, belajar untuk menghargai kolega untuk lebih sabar, lebih banyak mendengarkan, tidak menyalahkan, tidak memojokkan dan meningkatkan kerja sama.
Langkah pertama dalam kegiatan diskusi refleksi kasus adalah pemilihan atau penetapan kasus yang akan didiskusikan. Adapun topik yang bisa didiskusikan dalam diskusi refleksi kasus antara lain: pengalaman pribadi perawat yang aktual dan menarik dalam menangani kasus di lapangan, pengalaman dalam mengelola pelayanan keperawatan dan isu – isu strategis, pengalaman yang masih relevan untuk dibahas dan akan memberikan informasi berharga untuk meningkatkan mutu pelayanan.
Setelah topik dipilih, maka dilanjutkan dengan penyusunan jadwal kegiatan diskusi refleksi kasus. Jadwal kegiatan diskusi refleksi kasus adalah daftar kegiatan yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu yang telah ditetapkan dan disepakati. Kegiatan diskusi refleksi kasus disepakati dalam kelompok kerja di Puskesmas. Dan selanjutnya diskusi refleksi kasus ini bisa dilaksanakan. Kegiatan diskusi refleksi kasus dilakukan minimal satu kali dala satu bulan dan sebaiknya jadwal disusun untuk kegiatan satu tahun. Dengan demikian para peserta yang telah ditetapkan akan mempunyai waktu yang cukup untuk mempersiapkannya.
Proses diskusi ini akan memberikan ruang dan waktu bagi setiap peserta untuk merefleksikan pengalaman, pengatahuan serta kemampuannya dan mengarahkan maupun meningkatkan pemahaman perawat terhadap standar yang akan memacu mereka untuk melakukan kinerja yang bermutu
Monitoring
Monitoring adalah suatu proses pengumpulan dan menganalisis informasi dari penerapan suatu program termasuk mengecek secara reguler untuk melihat apakah kegiatan / program itu berjalan sesuai rencana sehingga masalah yang dilihat atau ditemui dapat diatasi. (WHO dalam Depkes RI, 2005)
Sistem monitoring indikator kinerja klinis perawat sangat diperlukan untuk meningkatkan serta mempertahankan tingkat kinerja yang bermutu. Melalui monitoring, akan dapat dipantau penyimpangan – penyimpangan yang terjadi. Penyimpangan harus dikelola dengan baik oleh manajer perawat untuk diluruskan kembali agar kegiatan yang dilakukan sesuai dengan standar.
Ada tiga indikator kinerja perawat yang perlu dimonitor :
1) Indikator kinerja administratif, meliputi pendokumentasian asuhan keperawatan, segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan administratif termasuk pencatatan dan pelaporan
2) Indikator kinerja klinis, meliputi pelaksanaan kegiatan atau aktifitas langsung terhadap pasien
3) Pengembangan staf, berkaitan dengan pengembangan kemampuan klinis staf (pengetahuan, keterampilan dan sikap) yang dapat dilakukan secara rutin antara lain melalui diskusi refleksi kasus.
Monitoring sangat diperlukan dalam suatu sistem manajemen dan hasilnya merupakan feed back bagi manajemen untuk lebih meningkatkan rencana operasional serta mengambil langkah – langkah perbaikan. Oleh karena itu manajer diharapkan memiliki sistem monitoring yang baik sehingga penyimpangan yang terjadi akan dapat dikelola dengan tepat, cepat dan dapat dilakukan upaya perbaikan dengan segera. Dengan melakukan monitoring secara periodik sesuai dengan kebutuhan, maka pelayanan keperawatan dapat ditingkatkan mutunya secara terus menerus.
Manajemen Keperawatan di Puskesmas Melalui Manajemen Kinerja Klinik
Manajemen menurut Gillies (1986) yang diterjemahkan oleh Dika Sukmana dan Rika Widya Sukmana (1996) adalah suatu proses dalam menyelesaikan pekaryaan melalui orang lain, sedangkan manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Manajer keperawatan dituntut untuk merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang tersedia untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang seefektif dan seefisien mungkin bagi individu, keluarga, dan masyarakat.
Selama ini manajemen keperawatan tidak dijalankan dengan baik di Puskesmas. Berbeda dengan di Rumah Sakit atau klinik swasta. Memang manajemen Puskesmas secara umum telah diatur oleh pemerintah termasuk pencatatan dan pelaporannya. Namun tugas pokok dan fungsi perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan sangat jarang tersentuh pada aplikasinya. Oleh karena itu tidak mengherankan bila Institusi pendidikan lebih memilih Rumah Sakit sebagai lahan praktik manajemen keperawatan. Tentunya adalah sebuah kerugian besar apabila tenaga profesional dengan gelar Profesi (Ners) kurang tahu langkah apa yang harus dilakukan untuk manajerial keperawatan di Puskesmas.
Departemen (sekarang Kementerian)Kesehatan pada tahun 2005 mengeluarkan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 836 tahun 2005 tentang pedoman pengembangan manajemen kinerja perawat dan bidan. Hal ini seharusnya menjadi jalan terbaik agar manajemen keperawatan bisa diaplikasikan dengan baik dan menghasilkan pelayanan keperawatan yang bermutu.
Manajemen keperawatan dan manajemen kinerja klinis pada dasarnya sama dan hanya mempunyai perbedaan dalam istilah yang dipakai.
manajemen keperawatan sama dengan manajemen kinerja klinis baik dalam tahapan maupun unsur yang menjadi bagian – bagiannya. Manajemen keperawatan terdiri dari 3 tahapan yaitu masukan (input), proses (process) dan keluaran (output).
Dalam manajemen kinerja klinik terdapat standar, hal ini mencakup standar, sistem, prosedur, anggaran, peralatan, persediaan yang merupakan bagian – bagian dari pengumpulan dan perencanaan. Dalam manajemen kinerja klinik juga terdapat uraian tugas, hal ini mencakup personalia, organisasi, deskripsi kerja, kerjasama tim dalam manajemen keperawatan. Indikator kinerja mencakup evaluasi tugas, pengambilan keputusan, mempengaruhi keputusan, mempengaruhi perubahan, audit pasien, penilaian prestasi. Khusus untuk diskusi refleksi kasus, mempunyai istilah yang dikenal sebagai Nursing Round (ronde keperawatan). Namun sebenarnya diskusi refleksi kasus mencakup organisasi, evaluasi tugas, kerjasama tim, pemecahan masalah, pengembangan staf dan penelitian. Monitoring mencakup evaluasi tugas, minimalisasi ketidakhadiran, penurunan pergantian, pemecahan masalah, menangani konflik, komunikasi dan analisis transaksional, sistem informasi komputer.
Dalam manajemen kinerja klinis ada beberapa keterampilan dan teknik yang harus dikuasai yaitu learning organisation dan coaching. Learning organisation adalah suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat primer. Dengan learning organisation perawat primer akan mampu mengorganisir perawat asociated yang dipimpinnya. Coaching adalah kemampuan yang sudah seharusnya dimiliki oleh semua perawat, karena salah satu peran perawat adalah sebagai educator atau pendidik. Jadi selain mendidik mahasiswa keperawatan, perawat juga memberikan pendidikan kepada perawat yang lebih junior dan tim kesehatan lainnya.
Dari kerangka konsep manajemen kinerja klinik dan manajemen keperawatan, hampir semua bagiannya sama. Jadi pada dasarnya manajemen klinik adalah manajemen keperawatan. Dan hal ini merupakan peluang bagi para perawat untuk meningkatkan mutu kinerjanya, khususnya di Puskesmas.
KESIMPULAN
Manajemen kinerja klinik adalah manajemen keperawatan yang telah ditetapkan dengan produk peraturan perundangan yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 836 tahun 2005. Namun pelaksanaannya belum optimal di Puskesmas. Ditambah lagi, sistem pendidikan formal keperawatan kurang memberikan porsi pendidikan manajerial di Puskesmas.
Manajemen kinerja klinik sama dengan manajemen keperawatan baik dari kerangka konsep maupun elemen penyusunnya. Meskipun ada perbedaan istilah, namun substansinya sama. Keduanya mempunyai tujuan menghasilkan layanan keperawatan yang bermutu.
Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis di Dinas Kesehatan sangat membutuhkan manajemen kinerja klinis untuk meningkatkan mutu layanannya. Perawat sebagai personel dengan kemampuan teknik dan berjumlah banyak menjadi tulang punggung upaya perbaikan mutu. Oleh karena itu manajemen kinerja klinik sangat dibutuhkan di Puskesmas.
No comments:
Post a Comment